Kabandung id. | Mesin Olah Runtah (Motah) dapat mengatasi masalah sampah dari sumbernya. Begitu juga dengan TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle) sebagai sarana edukasi dan dapat meningkatkan wawasan masyarakat kedepan dalam pengelolaan sampah yang berasal dari sumbernya dengan konsep berwawasan lingkungan.
Motah ini sudah terbangun dan mulai operasional sejak 17 September 2024 lalu di Kampung Neglasari RT 02/RW 06 Desa Neglasari Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Sedangkan TPS3R sudah mulai operasional sejak 2021 yang dikelola oleh para penggiat lingkungan, dengan melibatkan RT, RW, Linmas dan para pekerja setempat yang selama ini melaksanakan pilah pilih olah sampah, pembakar sampah hingga angkut sampah dari rumah-rumah warga.
Namun saat ini, Motah dan TPS3R ini dalam pengelolaannya melibatkan peran aktif pegiat lingkungan GAUL (gerakan asyik untuk lingkungan yang lestari dan sejahtera). GAUL terbentuk sejak setahun silam, yang saat ini secara management fokus mengelola sampah anorganik yang berasal dari sumbernya atau rumah-rumah warga.
Karena sebelumnya, warga dari rumahnya sudah lebih awal memilah sampah organik dan anorganik. Jadi di TPS3R dan di kawasan Motah itu hanya memilah sampah anorganik dari barang berupa kertas, kardus maupun plastik dari sisa makan maupun minuman yang memiliki nilai ekonomis.
Hal itu dijelaskan Direktur Utama GAUL Momon Sulaeman, SHi., MM., Direktur Pemeliharaan Aset Wawan Setiawan dan Pembina Deni Riswandani Elingan saat ditemui di kawasan Motah dan TPS3R Kampung/Desa Neglasari, Jumah (25/10/2024).
Menurutnya, bahwa Motah itu dengan kapasitas kemampuan membakar sisa sampah anorganik yang sudah tidak bisa didaur ulang mencapai 1,5 ton dari pukul 10.00-15.00 WIB atau selama lima jam. Selama 10 jam bisa menyelesaikan sampah anorganik mencapai 3 ton. Kalau sampahnya tersedia bisa lebih dari itu, jika dilihat dari efektifitas pemanfaatan Motah ini.
Dari sisa pembakaran sampah di Motah itu, residu atau abu yang dihasilkan pun lebih lembut, dan bisa digunakan untuk material pembuatan paving blok.
“Sampah anorganik yang dibakar ini sebelumnya telah melewati proses pilah pilih olah sampah di TPS3R. Jadi sampah yang dibakar itu yang sudah tidak lagi memiliki nilai ekonomis, yang sebelumnya dibuang ke TPA Sarimukti, sebelum ada Motah. Setelah ada Motah, sampah anorganik itu dibakar dan tidak lagi dibuang ke TPA. Jadi dengan adanya Motah ini, bisa menyelesaikan persoalan sampah,” tutur Momon.
Dikatakannya, dengan adanya Motah ini, bahkan mengalami kekurangan sampah karena sampah cepat teratasi ketika sampah dari sumbernya (rumah warga) diangkut di kawasan TPS3R.
“Setelah adanya Motah tidak lagi mengirim sampah ke TPA. Anggaran sebesar Rp 800.000 yang biasa digunakan untuk mengangkut sampah ke TPA, dimasukkan ke dalam kas dan bisa dimanfaatkan untuk upah 7 pekerja pilah pilih olah sampah, pembakar sampah dan pengangkutan sampah di TPS3R dan Motah,” katanya.
Momon bersama para pengurus di GAUL itu, menyusun bagaimana tahapan manajemen pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat di Desa Neglasari. Singkat cerita, pada tahun pertama pengelolaan sampah ini digagas, setiap pegiat lingkungan mengangkut sampah dari sumbernya di masing-masing rumah warga, sementara warga (penghasil sampah) hanya memberikan kesadaran dan keikhlasan untuk memberikan iuran pengelolaan sampah.
Pada tahun kedua, katanya, warga tidak lagi iuran untuk pengelolaan sampah, tetapi mereka hanya sifatnya memberikan shodaqoh atau sedekah. Namun pada akhirnya, yang dikumpulkan itu kembali kepada masyarakat karena sistem pengelolaannya dari warga untuk warga.
Kemudian tahun ketiga dalam pengelolaan sampah itu, anggaran yang berasal dari warga itu dalam bentuk tabungan. Manajemen tahapan pengelolaan sampah ini diterapkan karena sampah anorganik yang dikelola dengan konsep riang gembira dan kebersamaan atau berbaur, sudah bisa menghasilkan karena sampah yang dikelola memiliki nilai ekonomis.
“Pengelolaan sampah anorganik di TPS3R itu sudah ada pasar atau market karena memiliki nilai ekonomis. Mulai dari sampah kardus, kertas, plastik dan lainnya. Bahkan dalam pengelolaan TPS3R ini bisa membeli sampah dari masyarakat, mulai dari sampah kardus, kertas atau plastik dari sisa usaha pertokoan atau warung,” tutur Momon.
Melalui manajemen pengelolaan sampah demikian, imbuhnya, tetap hak pekerja yang sehari-hari mengelola sampah di TPS3R dan Motah jadi perhatian untuk mendapatkan upah kerja.
“Meski upah yang diterima para pekerja pilah pilih olah sampah anorganik tidak sesuai dengan upah minimum kabupaten (UMK), karena ini bukan perusahaan. Melainkan hanya swadaya masyarakat yang turut peduli dalam pengelolaan sampah yang dihasilkan rumah tangga,” tuturnya.
Dikatakan, dengan pola dan manajemen pengelolaan TPS3R itu, bagian dari upaya edukasi dan meningkatkan wawasan kepada masyarakat terkait dengan pengelolaan sampah dari sumbernya dan tuntas di lokasi TPS3R dan kawasan Motah.
Selain itu dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah selama masih ada kehidupan. Sebab, setiap makhluk hidup akan menghasilkan sampah pada setiap harinya.
Pengolahan sampah di TPS3R dan Motah di Desa Neglasari itu, menjadi percontohan pengolahan sampah pada masyarakat di kawasan sungai. Hal itu terungkap pada kegiatan Word Water Forum di Bali 2024 lalu.
“Inilah pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan wawasan dalam pengelolaan sampah. TPS3R dan Motah ini untuk meminimalisir sampah dari sumbernya. Dengan adanya sarana ini, persoalan sampah bisa selesai dan tuntas,” tuturnya.
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam GAUL itu berharap ada Perdes (Peraturan Desa) untuk penguatan dalam proses pengolahan sampah yang berkelanjutan atau berkesinambungan.
Terlebih lagi pengelolaan sampah di TPS3R dan Motah ini, terbangun dari jiwa kebersamaan dan kepedulian masyarakat setempat sebelum adanya sarana Motah sejak tahun 2021 silam. Jadi tempat pengelolaan sampah itu yang saat ini eksis atas dasar kesadaran dan keikhlasan masyarakat dan pegiat lingkungan. Termasuk dalam penataan infrastruktur di kawasan TPS3R dan Motah merupakan swadaya dari pengurus GAUL.
Untuk diketahui bersama bahwa sampah ini merupakan keseharian manusia, semua orang sumber sampah, tetapi semua orang juga bisa menjadi sumber solusi dalam pengelolaan sampah. Ayo kita menjadi pahlawan bagi lingkungan.**