“Aku sudah sampai di Natuna maaf baru kasih kabar, semalam langsung tidur karena perjalanan yang sangat melelahkan. Oh ya, Pulau Natuna begitu indah dengan pemandangan yang eksotik pagi ini, aku putuskan untuk jalan-jalan sekaligus berkenalan dengan beberapa orang yang di sekeliling, Kau tahu! Kuliner di sini terlihat begitu menggiurkan.Percayalah aku tidak akan mengikuti program diet di sini.”
Begitulah isi chat dari seorang perempuan yang aku kenal lima tahun yang lalu, tubuhnya memang gemuk, tapi beruntung dia punya postur tinggi yang mampu menyeimbangkan tubuhnya hingga terlihat sembada. Dia Rindu, perempuan yang berusia 25 tahun dan bekerja sebagai salah satu staf perusahaan yang bonafid, sepekan ini komunikasi kami memang tidak terlalu baik. Sebelum akhirnya dia pamit tiga hari yang lalu untuk menyelesaikan pekerjaannnya di Pulau Natuna.
“Jaga kondisimu selama di sana, aku sudah bilang tidak perlu diet.Aku suka perempuan yang gemuk, apalagi yang punya pipi gembil sepertimu” Aku mencoba membalas chat dia, seolah kami tetap baik-baik saja, meskipun pada hari pemberangkatanya dia sempat menangis dan kecewa dengan keputusanku untuk resign dari pekerjaanku.Sialnya, chat kuhanya di read saja tanpa ada balasan selanjutnya.
Sebenarnya aku tidak setuju ketika dia memutuskan untuk pergi kepulau Natuna, di samping jarak yang jauh aku juga begitu cemas dengan kondisi dia yang selalu tiba-tiba terserang sakit kepala yang hebat.Tapi,Rindu adalah perempuan yang keras kepala, apapun yang ia inginkan selalu saja berusaha dengan keras.
Pada jam 16.00 tiba-tiba sebuah chat masukdari ponselku yang sengaja aku masukan kedalam saku celanaku, isi chat yang beruntun.
“ Akusakit”
“Tiba-tiba tubuhku lemas, kepalaku berat”
“Sekarang aku berada di klinik yang dekat dengan penginapan”
“Aku takut, tidak ada siapa-siapa di sini”
Hal yang aku takutkan terjadi, kondisi yang dari awal sudah menampakkan gejalanya, itulah kenapa aku sampai bertengkar hebat gara-gara persoalan kesehatan dia. Ketika membaca isi pesannya aku hanya tertegun, membayangkan Rindu yang sedang dalam keadaan sakit. Setelah itu aku mencoba untuk menelepon Rindu, mungkin dengan percakapan kita bias meringankan sakitnya.Namun, tiba-tiba handphonenya tidak aktiv.Aku begitu cemas, sementara jarak antara Jakarta dan Natuna itu sangatlah jauh.
Pikiranku kacau, seharian ini begitu cemas dengan kondisi kesehatan Rindu.Aku mencoba untuk mendatangi perusahaannya dan meminta bantuan agar Rindu dipulangkan.Sesampainya di kantor aku bergegas untuk menemui Pak Rio, beliau adalah Direktur utama perusahaan tersebut.
‘Selamat siang Pak”
“Selamat siang, ini dengan Gunawan?”
“Iya Pak, tadi di bawah saya meminta izin kepada satpam untuk bias bertemu langsung dengan Bapak”
“Ada yang bias saya bantu, Pak Gunawan?”
“Begini Pak, hari ini saya mendapat pesan dari Rindu. Bahwa dia sekarang sedang dalam keadaan sakit, bisakah Bapak mengirim seseorang untuk menemaninya. Atau menggantikan posisinya di sana?”
“Sejak kapan Pak?Saya belum menerima kabar dari Rindu?”
“Sore ini, Saya begitu khawatir dengan kondisinya apalagi di sana tidak ada siapa-siapa”
“Oke terima kasih informasinya, nanti saya akan mengirim seseorang untuk bias sampai di Natuna secepatnya”
Setelah berpamitan dan keluar dari kantor, Aku bisamerasakan sedikit lega. Semoga Rindu baik-baik sajaa tau bias pulang secepatnya.Aku terus saja mencoba menghubungi Rindu, Namun tetap saja handphonenya mati.
Waktu menunjukkan jam 21.00 malam, Aku masih saja tidak berhasil menghubungi Rindu. Berkali-kali handphone itu aku lihat semoga ada keajaiban Rindu menghubungiku, beberapapesanakutinggalkanuntuksekedarmemberikandukungandan support agar dia tetap tenang.Sampai pada jam 02. 00 dini hari, belum ada satu pesanku yang terbalas.Kecemasanku kembali meradang, “Apa yang terjadi denganmu?” gumamku dalam hati, perasaanku semakin terhimpit oleh pikiran-pikiran negative.Jarak menjadi penghalang untuk bias menemui Rindu langsung.
Mataku memerah, semalaman tidak sedikitpun terpejam.Wajah itu selalu terbayang, ketika merajuk, ketika marah bahkan merengek minta sesuatu.Tingkah konyolnya seperti anak TK tapi justru hal itu yang membuatku semakin saying sama Rindu. Namun, Rindu tetap menjadi sosok perempuan yang cerdas dan mandiri juga punya pikiran dewasa dibandingkan aku. “Sedang apa kamu di sana?” Tanyaku dalam hati, beberapa jam kehilangan waktu bersamamu bisa membuatku gila.“Kembalilah pulang, Aku janji tidak akan resign dari pekerjaanku, Aku janji tidak akan memanggilmu gendut, Aku janji Rindu…Pulanglah” Mataku tak lagi mampu membendung, seketika tumpah dalam isak.Aku paham arti kehilangan, Aku mengerti betapa pedulinya kamu terhadapku meski harus dengan kebawelan.Dan, sekarang aku merindukan hatiku.
Tepat jam 12 siang, Aku masih terbaring dengan wajah yang kusut. Tiba-tiba handphoneku berdering, aku langsung saja membukanya berharap itu adalah Rindu. Namun, betapa terkejutnya ketika kulihat no yang tidak ada dalam kontak handphoneku.
“ Hallo….!”
“Inisama MasGunawan?”
“Iya, maaf siapa ini?”
“ Saya Kayla, rekan kerja Rindu. Saya ditugaskan untuk menggantikan posisi Rindu di sini”
“Bagaimana kondisi Rindu?” suaraku gemetar, tubuhku lemas tak berdaya.Berharap Rindu baik-baik saja.
“Maaf Mas, Saya harus menyampaikan berita ini. Rindu mengalami vertigo dan kesehatannya menurun drastis, dan 15 menit yang lalu Rindu meninggal, saya sudah menghubung ikeluarga dan sahabatnya yang ad adalam kontak handphonenya”
Mendenga rpernyataan itu, tubuhku langsung roboh tak percaya dengan apa yang kudengar. Secepa titukah?
Setelah jenazah Rindu disemayamkan, aku masih tertegun.Aku mengalami sakit kehilangan yang luar biasa,kehilangan semangat hidup.Sepekan berlalu aku tetap di sini menunggu Rindu di pulau Natuna.
SELESAI
Arnita lahir di Bandung, karya-karyanya sudah tergabung di beberap aantologi puisi, cerpen, esai, pentigraf, fiksimini, quote, sonata.Tulisanesai, opini dan artikeld imuat di media cetak dan elektronik, untuk terhubung di akun sosialnya bias lewat FB.Arnita IG. Kidung_arnita email.arnitakusmana@gmail.com.