Telapak kakinya mendarat di punggungku. Terhuyung lalu jatuh tepat di kaki meja.
“Tidak ada surga yang lebih baik dariku!”Asap tembakau mengepul memenuhi ruangan.
Aku merasakan sesak. Dunia semakin pengap. Tak ada air mata. Aku segera berdiri dan merebus air untuk menyeduh kopi.
Berapa purnama ia tak muncul. Hanya sesekali datang membawa tragedi. Memporakporandakan seisi rumah.
“Bersihkanlah rumah dan rawat adik-adikmu!” ku lemparkan sapu yang menggantung di balik pintu pada gadis kecil yang sedang membaca buku.
Plak! Tamparan keras mengenai pipi kedua bocah ingusan yang meraung-raung meminta uang jajan.
“Aku lelah! Aku bukan Bank yang selalu menghasilkan uang!”
“Bapak, kemana, Bu?” yang sedang tersedu bertanya.
“Aku harap ia mati dimakan anjing! Turutilah apa kataku, tidak ada surga yang lebih baik dariku!”
Berapa purnama dia tak muncul. Hanya tersisa diriku yang masih terbelenggu.
Nyai Ating, Ibun, 25042022